Setiap perjalanan selalu menyimpan kisahnya sendiri sendiri. Begitu pula perjalanan menutup hari libur lebaran 2015 yang lalu. Late post banget, kan saya! Daripada tidak sama sekali. Baiklah :) Sampai
di Semarang sekitar pukul setengah 2 dini hari, sudah masuk tanggal 22
Juli 2015. Tidur sebentar, pukul 8 pagi saya sudah siap siap untuk berangkat
mempersiapkan perjalanan ke dataran tinggi Dieng, terletak diantara dua
wilayah kota Wonosobo dan Banjarnegara, Jawa Tengah.
Harusnya
menggunakan bus kota Dieng Express yang cuma 25 ribu per orang, tapi
dari jam 12 siang, ternyata cuma baru kami bertiga penumpangnya. Kami
memang berangkat duluan dari 13 orang lainnya. Sedangkan kursi berjumlah
20 orang. Sampai nego pun, 350 ribu bertiga, tetap kemahalan. TAXI ?
Aha ! Dengan argo, kami sampai dengan selamat di kompleks wisata Dieng
Plateu dengan nominal 180 ribu. Lumayan !
Saya langsung mencari informasi. Tenda sudah habis. Tinggal pilihan homestay.
Yippie ! kami mendapat harga murah untuk ukuran ber-16 orang satu
rumah. 800 ribu untuk tiga kamar, lengkap dengan ruang tamu, ruang
keluarga, dan dapur yang berisi beras, mie, gula, kopi, dan juga segalon
air putih. Legaaaa..
Malam sekitar pukul 8, kami menunggu
rombongan sambil menikmati semangkok mie ongklok. Makanan khas Dieng
yang semacam mie instan atau mie kuning dengan bumbu khusus.
Rasanya
susah digambarkan, lebih baik langsung datang buat mencoba. Meski untuk
mencobanya pun, kita perlu referensi mie ongklok di warung mana yang
paling enak. Karena tentu saja, banyaknya warung disini membuat kita
harus selektif. Harga juga rasa. Ya sekitar 10 ribu sampai 30 ribu
sekali makan kira kira. Lengkap dengan segelas minuman hangat atau yang
lain.
Setelah acara makan selesai, ke-13 teman kami lengkap sudah.
Waiting for The Golden Sunrise Sikunir
Tepat jam 03.00 kami semua siap. Ditemani dengan sang guide yang juga pemilik homestay nya. Normalnya sih jasa guide sekitar 50 ribu tapi dua tahun lalu, baik mengawal individu maupun kelompok. Tapi kali ini saya mematok fee 100 ribu buat si bapak meski dianya meminta sukarela. Tujuan utama tentu sunrise Sikunir di Desa Sembungan.
Karena ini pengalaman kedua saya berkunjung ke Dieng, mau tak mau saya kembali memanggil memori lama saya.
Dulu,
tulisan SIKUNIR yang gagah seolah menjadi pelambang masuk desa itu baru
saja selesai dibuat dan masih kinclong. Kini terlihat catnya sudah
beberapa memudar. Area parkir pun meluas, beda dengan dulu yang apa
adanya.
Saya dan 15 orang lain pun terpencar-pencar dalam
beberapa kelompok. Jalanan menuju puncaknya yang memang serupa bukit ini
pun berjalan menyemut atau padat merayap.
Jalanannya sudah
banyak dilewati sehingga tak seasing dulu yang kanan kirinya tanpa
pagar. Sesampai di puncak Sikunir pun, lautan manusia juga memenuhi
beberapa sisinya. Harus cari tempat terbaik menanti sunrise,nih !
Sst, ada yang mula-mula samar, kemudian berwarna jingga oranye persis seperti warna eye shadow di atas mata yang menawan, membentuk garis indah. Dan berakhir sempurna, bulat dan kuning terang.
Cekrak cekrik, 1, 2, 3, alhamdulillah, dan....
Maha Besar Allah, kereeeeeennnn pake banget kan... |
Menuruni Sikunir, banyak terdapat warung yang bisa dijadikan tempat
bersantai sejenak barang menghela nafas dan menghangatkan badan dengan
segelas kopi atau teh hangat.
Terlihat Danau Cebong bagai
sekumpulan air dalam wadah plastik yang sengaja diturunkan ke bumi.
Biasanya juga ada yang berkemah di tepiannya.
Mirip air tumpah dari atas, makin indah ditambah siluet matahari |
Sembari menunggu yang lain, saya juga memperhatikan kegiatan orang lain, terutama warga sekitar.
Baik itu penjaja warung, tukang parkir, penjual pelengkap penghangat tubuh, guide,sampai
pemuda-pemuda desa yang terlihat menyuguhkan hiburan musik ala pengamen
jalanan dengan apa adanya atau beberapa kostum unik. Semuanya merasa
dilimpahi berkah.
Pengamen dengan kostum unik nih pas 2013 |
Berpelesir di Tujuan Lain
Tak lama saya kembali ingat jadwal kejar tayang yang sudah saya buat. Ngapain keburu-buru, sih? Biaya rent car
membengkak bila kami serombongan tak sampai Semarang tepat waktu malam
nanti. Bisa gawat! Harus selesai sebelum jam 12 siang, duh!
Kami
memilih agak sedikit berjalan menanjak menuju bukit ratapan angin,
persis di belakang Dieng Plateu - yang tak sempat kami masuki - dan
melewati ladang pertanian warga.
Saya asli terkaget-kaget
melihat tempat yang dua tahun lalu masih jadi spottersembunyi. Katanya,
hanya fotografer tertentu yang diarahkan ke landscape Telaga Warna tampak atas ini.
Serasa surga yang jatuh ke bumi, meski agak lebay, but it's true... |
Tapi siapa yang menyangka kalau saat ini, tempat yang hanya
mengandalkan satu dua pijakan kaki untuk berfoto di atas bongkahan batu
tebing ini, mendadak dikarciskan. Alamakjang!
Saya
berkali-kali mengelus dada. Tak menyangka kalau hanya dalam jangka waktu
dua tahun saja, arus perubahan begitu terasa. Kami membayar 10 ribu per
orang dan diijinkan begitu saja masuk. Antri ya, hanya itu pesannya.
Haduh,
menurut saya ini sih nekat. Tak seimbang atau terpeleset dikit,
langsung terjun bebas, deh. Untungnya, hari itu, hanya sepatu anak kecil
yang terjun bebas. Hmmm…
Pose pake kamera HP, tetap cantik kan, hehe... |
Selanjutnya, tujuan kami langsung ke arah kawah Sikidang, hanya
sebagian kecil dari berbagai kawah yang ada di dataran tinggi Dieng.
Banyak penjual masker dan belerang dengan beragam fungsi disini.
Tepi kawah, sebaiknya pake maskermu saat melewati ini |
Berikutnya, last but not least,kami menyambangi kompleks candi.
Dieng konon juga terkenal dengan negerinya para dewa. Mungkin ada
sangkut pautnya dengan sejarah berdirinya candi ini. Ada Candi Arjuna,
Candi Semar, Candi Srikandi, dan beberapa yang lain. Sejarahnya bisa dibaca disini.
Lumayan sejuk banget udaranya, menjadi penawar yang seimbang selepas dari kawasan kawah tadi.
Petilasan candi apa yah, lupa euy, saat 2013 |
Newest photo, maap bureman nih :( |
Dengan mengunjungi kompleks candi, akhirnya estafet jadwal kejar tayang saya selesai juga, pffuhhhh. Legaaaa banget.
FYI, karcis tiket kawah Sikidang dan candi tadi sudah merupakan tiket paketan. Beda dengan bukit yang memicu adrenaline, juga biaya per orang memasuki Sikunir dan parkir tentunya. Lebih detail harga tiket per kawasan bisa dilihat disini.
O
iya, sebelum pulang, ada oleh-oleh favorit khas Dieng, apalagi kalau
bukan carica, varietas buah yang mirip seperti pepaya dengan ukuran mini
tapi memiliki sensasi rasa yang berbeda. Beragam merk dijajakan mulai
dari harga 20 ribuan hingga 80 ribuan dengan variasi kemasan.
Bagi saya, keindahan Dieng tetap mempesona, hanya saja pengelola dan
pemerintah setempat rasanya perlu memperhatikan dampak luapan pengunjung
hingga spot wisata yang tak berpengaman seperti bukit ratapan angin tadi. Juga tiket yang mirip wahana, karena hampir ada semua :)
Terimakasih Dieng, negeri di atas awan yang mempesona. Dengan episode kejar tayang dan segala riuh rendahnya.
Aku cinta ama dieng :D.. ga nyesel waktu itu kesana, naik ke sikunir, liat kawah2nya yg banyak, juga ke sumur jalatunda, kecuali candi2nya aja yg ga aku dtgin mbak, krn ga suka candi ;p
BalasHapustapi kalo mie ongklok jujur ya, kecewa ama rasanya.. tempe kemulnya melempem, sate dagingnya keras, trs mienya dingin, pdhl baru dimasak -__-.. tapi kata temenku, mie ongklok yg enak itu di wonosobo, bukan di diengnya.. makanya next ke dieng, aku ttp mw cobain mie yg di wonosobo :D
iya mie ongklok yg aku makan juga kurang pas, tapi pernah cobain emang yg di Wonosobo, deket alun2 nya kalo ga salah, ada depot gitu, itu enakkkk, ada tempe kemulnya juga anget2^^
HapusAaaak jd kangen dinginnya dieng
BalasHapusSampe2 3hari ga berani mandi :D
ember mas, aku kalo ga kotor juga ga mandi :D
HapusDi Dieng dan sekitarnya banyak tempat wisata bagus. Saya masih pengen ke sana lagi, tapi kayaknya gak long weekend atau holiday season, deh. Rame banget hehehe.
BalasHapusIyap mbak, enakan ga holiday season emang, atau pas mrk udah pada pulang liburan, nah kita baru berangkat gitu :)
Hapussunrisenya dieng emang istimewa. Ga cukup kalo cuma sehari di dieng :D
BalasHapusiya mas, enak kalo ga kejar tayang, biar puasss..
HapusRasa apa buah carica itu mba? Manis apa sepet ? Belum pernah lihat buah itu sebelumnya
BalasHapuspemandanganya asik banget ya mbak, kebetulan saya belum pernah jalan ke dieng. thanks infonya ya
BalasHapus